Jumat, 30 Maret 2012

Ekologi Laut Tropis

Interaksi Padang Lamun dan Lingkungan Sekitar

Sebelum membahas tentang Interaksi yang terjadi di padang lamun dengan lingkungan sekitarnya maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai tumbuhan lamun itu sendiri.

Pengertian Lamun

Salah satu tempat yang masih mendapatkan sinar matahari yang dapat menembus hingga ke dasar perairan adalah perairan pesisir. Pada daerah pesisir yang memiliki dua daerah yaitu daratan dan lautan memiliki nutrient yang cukup banyak dan merupakan daerah yang memiliki produktivitas organik yang tinggi. Lingkungan yang ssepeti itu sangatlah mendukung untuk pertumbuhan lamun dan perkembangannya secara optimal.

Tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki salinitas yang cukup tinggi dan juga mampu hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizome, daun, dan akar sejati adalah defi8nisi dari lamun. Lamun (Seagrass) didefinisikan olwh banyak ahli sebagai tumbuhan air yang memiliki bunga, mampu hidup di dalam air laut, memiliki pembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta dapat berkembang biak dengan biji dan tunas.



Gambar. Padang Lamun dalam Ekosistem Laut

Hamparan vegetasi lamun yang hidup menutupi suatu area pesisir / perairan laut dangkal yang terbentuk dari satu jenis atau lebih lamun dengan memiliki kerapatan yang padat atau jarang disebut padang lamun (Seagrass bed), istilah ini diberikan karena pola hidup lamun sering berupa hamparan. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi yang diciptakan oleh padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik biasanya disebut dengan Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun yaitu pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering juga dijumpai di daerah terumbu karang.

Berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat. Ekologis dari padang lamun memiliki cirin- ciri sebagai berikut :
1.      Lamun biasa terdapat pada perairan pantai yang landai, di daerah dataran lumpur ataupun pasir
2.      Tumbuhan lamun sangat tergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan.
3.      Lamun mampu hidup sampai dengan kedalaman 30 meter, pada perairan yang tenang dan terlindung
4.      Lamun mampu hidup pada media air asin
5.      Biasa hidup pada batas terendah daerah pasang surut yang berada di dekat hutan bakau ataupu di dataran terumbu karang
6.      Sistem perakarannya berkembang biak.
7.      Poses metabolisme berlangsung secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam di dalam air, termasuk ke dalam daur generatif


Klasifikasi Lamun


Lamun berpolinasi, berbunga, dapat menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Lamun diklasifikasikan berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Pada jenis yang berada di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi.


Tumbuhan yang termsuk ke dalam tumbuhan monokotil ini secara utuh memiliki perkembangan sistem perakaran dan juga rhizoma yang baik. Klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas yaitu diantaranya: Monocotyledoneae dan Angiospermae. Pada perairan Indonesia terdapat 2 famili dari 4 famili lamun yang diketahui diantaranya yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Tumbuhan lamun yang hidup di air tawar yaitu dari famili Famili Hydrocharitaceae, sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut.


Diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun di dunia, di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum.


Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.


Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut : 

Divisi                     :   Anthophyta
Kelas                       :   Angiospermae
Famili                      :   Potamogetonacea
Subfamili                :   Zosteroideae
Genus                     :   ZosteraPhyllospadixHeterozostera.


Sumber :


Selanjutnya akan dibahas mengenai :
Fungsi Padang lamun di http://www.ermiandaaa.blogspot.com/



Selasa, 20 Maret 2012

Oseanografi Fisika

Sejarah Perkembangan Oseanografi Part-3 
Sebelumnya telah dipaparkan mengenai sejarah oseanografi hingga tahun 1800-an, selanjutnya di sini akan dibahas lebih lanjut perkembangan oseanografi hingga abad ke-21.
Selamat membaca.


Samudra sebagai Battlefield

Perkembangan Sonar

Lautan selalu memainkan peran yang besar dalam peperangan. Kapal mengangkut tentara dan perlengkapan, kemudian pelabuhan diblokade, kota terkepung, dan kapal musuh menyerang dan kemudian melakukan hal yang sama. Tapi Perang Saudara membantu meluncurkan senjata tersembunyi yang berlayar di laut dan nkemudian baru yang menjadi umum di abad ke-20 yaitu kapal selam. 

Untuk mengatasi ancaman baru ini, para pemimpin Angkatan Laut kemudian menyadari bahwa mereka dapat mendeteksi kapal selam dengan menggunakan suara yang dihantarkan oleh air. Upaya besar dilakukan yaitu dengan mulai mengembangkan sonar, sebuah kata yang merupakan gabungan dari singkatan (sebuah "sonar") untuk “sound,” “navigation” and “ranging”. Menariknya, sonar ini pertama kali dikembangkan untuk membantu menghindari gunung es setelah Titanic tenggelam. 

Untuk ahli kelautan, sonar memberikan cara yang lebih mudah untuk mengukur kedalaman laut yang akurat. Di Ekspedisi Challenger 1872-1876, misalnya, anggota awak kapal melemparkan beban seberat 200 pon yang diikat pada tali rang panjang. Mereka menunggu beban tersebut sampai mencapai dasar, kemudian mengukur panjang tali, dan kemudian harus menariknya kembali ke atas kapal, dalam proses ini memerlukan waktu berjam - jam untuk satu pengukuran.

Sonar memungkinkan para ilmuwan untuk menggunakan gelombang suara untuk mengukur jarak dari permukaan laut ke dasar laut. Pada lambung kapal dilengkapi dengan perangkat yang disebut transduser yang mengirimkan dan menerima gelombang suara. Echo Sounder pertama kali digunakan untuk studi oseanografi selama ekspedisi Jerman menjelajahi Atlantik Selatan pada pertengahan 1920-an dengan mengunakan kapal Meteor.  Sekarang ini para ilmuwan tetap menggunakan metode kunci untuk membuat peta batimetri dari dasar laut. Selama 30 tahun terakhir, para ilmuwan kelautan telah menggunakan sonar multibeam, yang secara otomatis dapat membuat peta kontur yang sangat detil dari daerah dasar laut yang luas  seperti kapal riset berkecepatan tinggi (sekitar 12 knot) pada permukaan laut. Saat ini, berbagai jenis sonar canggih telah ada. Beberapa sonar canggih ini dapat memberitahu kita tidak hanya tentang kedalaman dasar laut, tetapi juga tentang struktur dasar laut dan bahkan tentang arus dan kehidupan di laut. 


Pihak militer juga mengembangkan alat-alat lain yang juga terbukti berguna untuk ahli kelautan, seperti magnetometer, yang mengukur medan magnet. Angkatan Laut menggunakannya untuk mendeteksi logam besar pada lambung kapal selam. Ahli kelautan menggunakannya untuk belajar tentang sifat magnetik dari batuan dasar laut.Ternyata, sifat ini memberikan petunjuk kunci yang benar-benar dapat mengubah pemikiran kita tentang bagaimana planet kita bekerja. 


Penyebaran Dasar Laut


Kunci Menuju Bumi Modern dan Ilmu Oseanografi


Sampai baru-baru ini, ahli geologi telah berpikir bahwa permukaan Bumi tidak banyak berubah sejak planet terbentuk 4,6 miliar tahun lalu. Mereka percaya bahwa lautan dan benua selalu tetap berada pada di mana mereka sekarang berada. 

Tetapi kurang dari 100 tahun yang lalu, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener memperhatikan beberapa temuan menarik. Fosil tumbuhan dan hewan yang ditemukan di Afrika dan Amerika Selatan dan yang berada di benua lain terlihat mirip, namun dipisahkan oleh lautan. Formasi batuan yang sama juga ditemukan di benua yang berajak cukup jauh. Hal ini menunjukkan bahwa formasi pernah utuh dan kemudian terbagi. 

Alfred Wegener lahir di Berlin, Jerman pada tanggal 1 November 1880. Dia menghabiskan banyak waktu di Greenland sebagai bagian dari eksplorasi beberapa ekspedisi penelitian. Bukunya "The Origin of Continents dan Samudra" pada awalnya diterbitkan di Jerman pada tahun 1929 dan berperan penting dalam pengembangan teori penyebaran dasar laut. Wegener meninggal dalam es di Greenland pada November 1930.

Wegener juga memperhatikan bahwa jika Anda bisa mendorong Eropa Barat dan Afrika bersama dengan Amerika Utara dan Selatan, garis pantainya akan cocok, dan sangat rapi. Semua bukti ini menyebabkan Wegener percaya bahwa benua-benua pernah terhubung tetapi telah dipisahkan dan menjadi renggang. 

Gambar Alfred Wegener 

Pada tahun 1915, Wegener mengajukan teori pergeseran benua itu. Dia mengatakan bahwa benua mengapung di atas mantel-lapisan yang lebih berat, lebih padat batuan yang jauh berada di dalam bumi. Wegener meramalkan bahwa panas meningkat dalam arus mantel panas yang terbuat dari batuan yang meleleh sebagian yang bisa memindahkan benua di seluruh permukaan bumi. 

Seperti banyak teori-teori revolusioner, yang dikemukakan oleh Wegener pada awalnya tidak diterima oleh para ilmuwan. The "good fit" dari benua dan bukti fosil dan batuan tidak memberikan cukup bukti. Selama beberapa dekade setelah itu, para ilmuwan masih tidak mengerti bagaimana benua besar dapat diangkut di seluruh muka bumi, dan mereka tidak memiliki bukti dari setiap proses yang dapat menyebabkan benua bergerak. 

Pada 1950-an dan 1960-an, ahli geologi laut seperti Bruce Heezen, Marie Tharp, dan Henry Menard menggunakan data dari echo sounder di pegunungan laut peta di Atlantik Utara dan Pasifik. Mereka melihat pertama bahwa pegunungan membentang selama ribuan kilometer panjang, rantai pegunungan berkesinambungan yang memiliki luka di sekitar permukaan bumi, hampir seperti jahitan pada bola. Para ilmuwan juga mengamati bahwa puncak pegunungan memiliki topografi yang mirip zona keretakan gunung berapi di darat. Pada puncak mereka berbentuk V memiliki lembah pusat dan curam di kedua sisinya. Bukti ini digunakan sebagai dasar ahli geologi kelautan untuk menyimpulkan bahwa pegunungan di tengah laut dibentuk oleh gunung berapi dasar laut.

Rekonstruksi peta dunia menurut teori selama tiga zaman, yang atas adalah Karbon atas, yang di tengah adalah untuk Eosen, dan yang paling bawah adalah untuk Turunkan Kuarter. Daerah bertitik pada benua adalah area di mana laut dangkal ada dalam periode waktu. Angka ini muncul sebagai Gambar 4 dalam buku Wegener.

Gambar Rekonstruksi Peta Dunia

Ketika gunung berapi meletus, mereka memuntahkan lava yang didinginkan dan dipadatkan menjadi dasar laut baru. Ia segera menemukan bahwa ketika lava ini mendingin, maka partikel yang di dalamnya sesuai dengan magnet yang ada di dalam bumi. Setelah Perang Dunia II, ketika magnetometer mulai digunakan untuk survei sifat magnetik dasar laut, para ilmuwan terkejut mengetahui bahwa medan magnet bumi memiliki pertukaran diri berkali-kali sepanjang sejarahnya, dengan utara dan kutub selatan saling bertukar tempat. Jadi tergantung pada saat batuan dasar laut terbentuk, partikel mereka selaras dengan baik pada satu arah dengan arah yang lainnya dan mereka dikatakan memiliki anomali  baik yang memiliki magnetik positif atau negatif.

Pada akhir tahun 1960, data magnetometer mengungkapkan bergantian "bergaris" pola batuan dasar laut. Batuan terbentuk ketika medan magnet bumi berada di satu posisi yang bdiselingi dengan batuan yang terbentuk ketika permukaan terbalik. Garis-garis barada sejajar dengan pegunungan di tengah laut dan diperpanjang keluar ratusan kilometer pada kedua sisinya. Tanda permanen pada dasar laut yang magnetik menunjukkan bahwa kerak samudera yang baru diciptakan pada puncak-puncak punggungan dan kemudian menyebar keluar di kedua arah. 

Hipotesis penyebaran dasar laut telah diusulkan beberapa tahun sebelumnya oleh Harry Hess, seorang petrologist di Princeton University, dan Robert Dietz, seorang ahli kelautan dalam Survei US Coast dan Geodetic (departemen federal yang membuat peta lautan dan garis pantai AS). Hess melanjutkan dengan mengatakan bahwa kerak samudera menyebar dan mendingin selama jutaan tahun, kemudian akan menjadi lebih padat dan akhirnya tenggelam ke dalam palung samudera, atau zona subduksi, berada jauh dari mana hal tersebut terbentuk yaitu di puncak mid-ocean ridge. Kemudian kerak laut turun menuju mantel panas, meleleh dan menjadi didaur ulang menjadi mantel. 


Gunung berapi dan gempa bumi sering terjadi di zona subduksi, yang sering terjadi di tepi, atau margin, dari benua. Ring of Fire, yang adalah nama untuk gunung berapi dan gempa bumi, diciptakan oleh serangkaian zona subduksi di sepanjang garis pantai sekitar Samudera Pasifik Barat-dari Amerika Selatan dan Tengah ke Kepulauan Aleutian di Alaska, turun Pasifik barat, dari Jepang dan Filipina, sampai ke Indonesia dan Selandia Baru. 

Pada tahun 1965, seorang ahli geofisika Kanada, J. Tuzo Wilson, menggabungkan pergeseran benua dan hipotesis penyebaran dasar laut untuk mengusulkan teori tektonik lempeng. Tuzo mengatakan bahwa kerak bumi atau litosfer, dibagi menjadi bagian besar,  berupa potongan kaku yang disebut sebagai lempengan. Lempeng ini "mengambang" di atas lapisan batuan yang mendasarinya yang disebut astenosfer. Dalam astenosfer, batu berada di bawah panas yang luar biasa tersebut dan tekanan yang menjadikan mereka seperti cairan kental (seperti madu sangat tebal). Istilah "pergeseran benua" tidak lagi sepenuhnya akurat, karena lempengan terbentuk dari kerak benua dan samudera, mereka menyebarkan muka bumi. 

Tuzo Wilson meramalkan tiga jenis batas-batas antara lempeng: pegunungan di tengah laut (di mana kerak samudra dibuat), parit (di mana lempeng samudra subduksi) dan patahan tulang besar di dasar laut yang mengubah kesalahan, di mana lempeng lewat satu sama lain. Lempeng tektonik telah memberikan suatu teori pemersatu yang menjelaskan proses dasar yang membentuk wajah Bumi.

Pengeboran Samudera 

Probing dasar laut 


Ahli kelautan telah mampu mengumpulkan sedimen dan sampel batuan dari dasar laut sejak Ekspedisi Challenger. Tapi mereka tidak memiliki teknologi untuk memungkinkan mereka untuk menyelidiki sangat jauh di bawah dasar laut.

Pada tahun 1968, sebuah kelompok internasional lembaga oseanografi dan US National Science Foundation menciptakan program pengeboran laut. Tujuan awal adalah untuk menguji hipotesis Tuzo Wilson dari lempeng tektonik. 

Selama 25 tahun, Deep Sea Drilling Project (DSDP) dioperasikan Challenger Glomar, sebuah kapal penelitian 400 kaki (122 meter) panjangnya yang dilengkapi dengan platform pengeboran dan laboratorium ilmiah. Dari platform ini, serangkaian pipa turun melalui air 20.000 kaki (sekitar 6.000 meter) jauh ke dalam dasar laut. Pada akhir pipa bor akan memotong ke dasar laut. Sistem ini tersusun panjang, silinder tipis (panjang meter dan lebar cm) untuk mengambil sedimen dan batuan dari bawah dasar laut, yang disebut core.

Intinya dapat memberikan bukti untuk mengkonfirmasi dasar laut penyebaran dan lempeng tektonik, tetapi mereka juga mengungkapkan banyak lagi.  Panjang bagian lapisan sedimen diakumulasi lapis demi lapis dari dasar laut juga dapat memberikan catatan tentang bagaimana iklim bumi telah berubah selama sejarahnya. Sedimen subseafloor dan batuan juga berisi harta karun berupa petunjuk yang mengungkapkan struktur bumi dan evolusi. Banyak dari petunjuk tidak dapat ditemukan dalam batuan di darat, karena mereka terkikis. Tapi mereka terawat baik di bawah dasar laut. sehingga dapat diidentifikasi dari sedimen dan batuan yang berasal dari dalam lautan. 


DSDP telah sukses menciptakan program internasional baru yaitu Ocean Drilling Program (ODP) yang diciptakan pada tahun 1985. Pengeboran dasar samudera berlanjut hingga kini dan memiliki teknologi lainnya yang lebih canggih, Resolusi JOIDES. kapal ini memiliki panjang 469-kaki (143 meter) kapal dapat menelusuri dalam air yaitu 27.018 kaki (8.234 meter). Dapat mencapai 30.030 kaki (9.150 meter) dan pipa bor akan lewat melalui lubang di bagian tengah kapal (disebut "moon pool"). Selain itu, ia memiliki 10 laboratorium di mana para ilmuwan dapat menganalisis core selama kapal pesiar yang biasanya berlangsung dua bulan. 
Pada kapal bor, sedimen dan batu inti dibawa dari bawah melalui bagian dalam pipa bor di 30 kaki panjang (9,5 meter) bagian. Setelah itu di dek kapal, mereka terpecah menjadi dua. Satu setengah dipelajari di laboratorium kapal. Yang lain disimpan dalam repositori khusus, yang sering disebut perpustakaan inti. Ada tiga perpustakaan seperti di Amerika Serikat, di Timur, Barat dan pantai Teluk, dan satu di Bremen, Jerman. Para ilmuwan dari seluruh dunia bisa datang ke perpustakaan ini dan memeriksa core dari seluruh lautan dengan banyak cara. Anda mungkin pergi ke perpustakaan untuk mencari buku. Repositori inti ini akan menjadi sumber daya ilmiah yang sangat berharga selama bertahun-tahun yang akan datang.

Oceanography di Abad 21

Eksplorasi Dalam Ruang Angkasa



Sebuah komponen observatorium dasar laut membentuk latar bagi konsep model generasi kedua dari Explorer Otonomi Benthic WHOI itu (ABE).  Seperti kendaraan bawah air otonom akan memainkan peran penting dalam observatorium laut, dengan kapasitas untuk meng-upload daya dan download data dari stasiun docking observatorium bawah air. 

Sebagian besar penemuan besar di bidang oseanografi telah terjadi hanya dalam 50 tahun terakhir. Telah ditemukan bahwa batuan sementara dan sedimen di darat biasanya terkikis oleh cuaca dan erosi, batuan dan sedimen di dasar laut adalah arsip  yang terawat dengan baik, merekam informasi yang memungkinkan kita untuk mengungkap proses geologis bumi dan sejarah. Telah dipelajari bahwa lautan memainkan peran penting dalam mendorong dan membentuk atmosfer bumi dan iklim. Telah ditemukan  lubang hidrotermal di tengah puncak punggungan laut , yang dapat mendukung ekosistem sebelumnya yang tak terbayangkan dan eksotis kehidupan masyarakat . Panas dari interior bumi, bukan berasal dari matahari, yang mendukung bentuk kehidupan ini, dan dapat memegang petunjuk pada asal usul kehidupan di Bumi dan mungkin untuk kehidupan di badan planet lain. 

Lautan menutupi 71% permukaan bumi, dan sejauh ini kami hanya belajar persentase yang sangat kecil dari dasar laut dan lautan global. Banyak penemuan-penemuan baru menanti kita seperti kita menggunakan instrumen baru dan kendaraan perendaman dalam untuk mengeksplorasi "ruang batin" di abad 21. 


Di masa depan, ahli kelautan ingin melampaui belajar apa yang ada di sana di laut dan mempelajari apa yang terjadi di sana. Mereka ingin mengamati proses lautan yang berubah dari hari, minggu, musim, tahun atau dekade. Tapi sulit dan mahal untuk mengirim kapal penelitian kembali ke situs yang sama untuk pengukuran berulang. Terkadang laut kasar dan badai membuat tidak mungkin untuk mengirim kapal untuk bagian-bagian tertentu dari lautan pada waktu-waktu tertentu. 


Ahli kelautan hari ini meluncurkan era baru eksplorasi laut. Mereka ingin membangun observatorium laut jangka panjang dengan lantai array sensor dan instrumen yang membuat pengukuran terus menerus dari sifat laut berbagai peristiwa. Data dari observatorium akan dikirim ke ditopang berbasis laboratorium melalui kabel terendam yang bmemiliki serat optik atau melalui kabel dihubungkan dengan pelampung ditambatkan yang dapat mengirimkan data melalui satelit. Data kemudian dapat dibuat tersedia melalui Internet.

Gambar Autonomous Benthic Explorer (ABE)

Autonomous Benthic Explorer (ABE) adalah AUV dikembangkan oleh Lab perendaman Jauh dari Woods Hole Oceanographic Institution. ABE telah digunakan untuk membuat beberapa peta yang paling rinci dan gambar dari daerah dasar laut di Juan de Fuca Ridge dan selatan Timur Naik Pasifik selama percobaan lapangan selama beberapa tahun terakhir.

Ahli kelautan akan menggunakan berbagai jenis kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (ROVs) dan kendaraan bawah air otonom (AUVs) yang dapat "terbang" di lautan atau di sepanjang dasar laut, mengumpulkan pengukuran.  Data dapat didownload bila AUVs berada di permukaan, atau ketika mereka berlabuh di sebuah situs docking bawah air dan mendownload data di sana. Ahli kelautan juga mengembangkan diinstrumentasi pelampung ribuan ditambatkan mil dari pantai, dan bebas-mengambang dan menghanyut instrumen yang dapat mengirimkan data kepada para ilmuwan di laboratorium mereka menggunakan satelit dan internet. 

Observatorium laut akan sangat memperluas jangkauan ahli kelautan, memungkinkan para ilmuwan untuk membuat pengukuran lebih besar atas wilayah yang lebih luas dari lautan lebih waktu yang cukup lama. 


SUMBER :


http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.divediscover.whoi.edu/history-ocean/index.html

kembali lagi ke materi sebelumnya, klik link berikut: http://oseanographknowledge.blogspot.com

Oleh: Kelompok 11
Anggota:
Fardes Duantara I        (230210100037)
http://oseanographknowledge.blogspot.com
Lola Nurul Afifah           (230210100027)   
Sri Setyawati                 (230210100057)
http://cliitweety.blogspot.com/2012/03/sejarah-oseanografi-part-one.html
M. Sibghotulloh Ridho  (230210100042)
http://sagaramarta.blogspot.com/2012/03/sejarahoseanografi-benjamin-franklin.html
Raissa Adirasanti         (230210100013)
http://hairaissa.blogspot.com/2012/03/oseanografi-fisika.html